Bahan Renungan Untuk kita semua duhai sahabat-sahabatku, yang mungkin
terlalu sibuk bekerja. Luangkanlah waktu sejenak untuk membaca dan
merenungkan catatan ini.
Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih untuk mendapatkan
kesempatan membaca ini. Aktifitas keseharian kita selalu mencuri
konsentrasi kita. kita seolah lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah
tau kapan kedatangannya.
Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat menakutkan.Tahukah kita kapan kematian akan menjemput kita?
Berikanlah waktu anda dan bacalah sampai habis, semoga dapat menjadikan
hikmah buat kita semua dan sadar, bahwa kita akan mati dan tinggal
menunggu waktunya. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang khusnul
khotimah, amien.
Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku
dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang
dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu
dalam shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu
lama, apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang. Aku sungguh
heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri:
“Alangkah sabarnya mereka….setiap hari begitu…benar- benar mengherankan!”
Aku belum tahu bahwa disitulah kebahagiaan orang mukmin dan itulah
shalat orang-orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk
munajat kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang
matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah padahal berbagai nasehat
selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu. Setelah tamat dari
pendidikan, aku ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku.
Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan
menanggung beban sebagai orang terasing. Disana, aku tak mendengar lagi
suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara ibu yang membangunkan dan
menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup sendirian, jauh dari
lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku ditugaskan mengatur
lalu lintas di sebuah jalan tol. Di samping menjaga keamanan jalan,
tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Pekerjaan baruku
sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan semangat dan
dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan
sering melamun sendirian. Banyak waktu luang dan pengetahuanku
terbatas. Aku mulai jenuh, tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku
sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan
orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan
lain. Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah sebuah
peristiwa yang hingga kini tak pernah aku lupakan. Ketika itu, kami
dengan seorang kawan sedang bertugas disebuah pos jalan. Kami asyik
ngobrol. tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras.
Kami mengedarkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan
mobil lain yang meluncur dari arah yang berlawanan. Kami segera berlari
menuju tempat kejadian untuk menolong korban. Kejadian yang sungguh
tragis.
Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi kritis. Keduanya
segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami
cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas
dengan amat mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma.
Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. Ucapkanlah
“Laailaaha Illallaah ….. Laailaaha Illallaah ..” perintah temanku.
Tetapi sungguh mengerikan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu.
Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah biasa
menghadapi orang-orang yang sekarat. Kembali ia menuntun korban itu
membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan
nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang
sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temanku terus menuntun
keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat.Tetapi keduanya tetap terus
saja melantunkan lagu. Tak ada gunanya. Suara lagunya terdengar semakin
melemah, lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara
lagi, disusul orang kedua tak ada gerak. Keduanya telah meninggal
dunia. Kami segera membawa mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia
tak berbicara sepatahpun. Selama perjalanan hanya ada kebisuan. Hening.
Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara. Ia berbicara tentang
hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata
“Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan
hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di
dunia. Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang
diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana
seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara
lahir batin.
Perjalanan kerumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang
kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat
bahwa kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati.
Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu,
aku shalat khusyu’ sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan
peristiwa itu. Aku kembali pada kebiasaanku semula. Aku seperti tak
pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa
waktu yang lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi
benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam
menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu
yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
Kejadian yang menakjubkan !
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu sebuah kejadian
menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai
mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah
terowongan menuju kota . Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban
yang kempes. Ketika ia berdiri dibelakang mobil untuk menurunkan ban
serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari
arah belakang. Lelaki itupun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan (bukan yang menemaniku pada peristiwa pertama)
cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan
segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat
penanganan. Dia masih sangat muda, wajahnya begitu bersih.Ketika
mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat
memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya
di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari
mulutnya.
Subhannallah..! Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan suara
amat lemah. Subhanallah dalam kondisi kritis seperti itu ia masih
sempat melantun kan ayat-ayat suci Al-Qur’an? Darah mengguyur seluruh
pakaiannya, tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam
kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
suaranya yang merdu. Selama hidup, aku tak pernah mendengar bacaan
Al-Qur’an se indah itu.
Dalam batin aku bergumam sendirian “Aku akan menuntunnya membaca
syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu, apalagi aku
sudah punya pengalaman.” aku meyakinkan diriku sendiri. Aku dan
kawanku seperti terhipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang
merdu itu.
Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding, menjalar dan menyelusup ke
setiap rongga. Tiba-tiba, suara itu terhenti. Aku menoleh kebelakang.
Ku saksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat.
Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, degup
jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa.
Dia telah meninggal. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku
menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan
kepada kawanku kalau pemuda itu telah meninggal. Kawanku tak kuasa
menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus
menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul
sangat mengharukan. Sampai di rumah sakit, kepada orang-orang di sana
kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang
kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan
kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata.
Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri
jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk
tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan
dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah.
Semua ingin ikut menyolatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut
mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang
saudaranya mengisahkan, ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak
menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari
senin. Disana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan
orang-orang miskin.
Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula,
buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa
membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk
dibagi-bagikan kepada orang-orang yang dia santuni. Bahkan juga membawa
permen untuk dibagikan kepada anak-anak kecil.
Bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang Perkasa. hanya ada
satu harap, semoga kita menjadi penghuni surga. Biarlah dunia jadi
kenangan, juga langkah-langkah kaki yang terseok, di sela dosa dan
pertaubatan.
Hari ini, semoga masih ada usia, untuk mengejar surga itu, dengan
amal-amal yang nyata : “memperbaiki diri dan mengajak orang lain “
Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang
siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh
ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan
yang memperdayakan. ” (QS. Al-Imran:185)
Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam sabdanya, “Barangsiapa yang lambat amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”
Sahabat dan saudaraku semua, siapa yang tau kapan, dimana, bagaimana,
sedang apa, kita menemui tamu yang pasti menjumpai kita, yang mengajak
menghadap Allah SWT.
Orang yang cerdik dan pandai adalah yang senantiasa mengingat
kematian dalam waktu-waktu yang ia lalui kemudian melakukan persiapan
persiapan untuk menghadapinya.
Note : amalkan ilmu, sampaikan walau satu ayat, salah satu amalan
yang terus mengalir walau seseorang sudah mati adalah ilmu yang
bermanfaat.
Begitulah hendaknya engkau nasehati dirimu setiap hari karena engkau
tidak menyangka mati itu dekat kepadamu bahkan engkau mengira engkau
mungkin hidup lima puluh tahun lagi, Kemudian engkau menyuruh dirimu
berbuat taat, sudah pasti dirimu tidak akan patuh kepadamu dan pasti ia
akan menolak dan merasa berat untuk mengerjakan ketaatan.
Nasehat ini terutama untuk diri saya sendiri, dan saudara-saudaraku seiman pada umumnya.
Orang Cerdas Adalah Orang Yang Mengingat Akan Kematian.
Wallahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Cari dan teruslah mencari cinta Ilahi.
Salam ukhwah fillah selalu ^_^
Dari seorang sahabat…,
Posted by Hadrian Maulana (dari kumpulan Kasidah Cinta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar